GEISHA, KYABAKURA-JO, HOSUTO DAN SISI KELAM MASYARAKAT
JEPANG
Dalam sejarah perang dunia, ada satu sisi kelam yang hingga saat ini terus menerus mendapat sorotan dari banyak kalangan. Yakni masalah 'Jugun Ianfu'. Istilah ini ditujukan untuk para wanita di negara jajahan yang melayani tentara Jepang dalam pemenuhan kebutuhan seks mereka. Keberadaan para wanita tersebut tidak hanya ada di
negara kita-Indonesia saja, tetapi juga di negara Asia lain seperti Korea, China, Malaysia dan lainnya. Perjuangan para wanita-wanita ini masih berada di pertengahan jalan dalam meraih keadilan, padahal usia terus menggerogoti mereka. Tak sedikit hingga hayat di
kandung badan lepas, para wanita ini harus membawa kenangan pahit itu hingga ke liang kubur. Masih banyak dari kalangan mereka sendiri atau keturunan mereka yang terus menuntut Pemerintah Jepang untuk mengakui kebejatan moral para mantan tentara
perangnya. Tuntutan para wanita ini sudah dijawab oleh Pemerintah Jepang dalam bentuk uang kompensasi, sebagai pengganti 'terengutnya masa muda yang indah dengan cara paksa, juga sebagai upaya penyembuhan luka masa lalu'. Tapi sayangnya, hal penting yang seharusnya diakui sebagai rasa malu telah memperlakukan wanita yang dimata Allah swt diletakkan di tempat yang agung, tidak juga keluar dari seluruh mulut para mantan tentara Jepang yang masih hidup hingga saat ini. Mungkin para wanita itu menjerit: kalau perlu para mantan tentara Jepang ini sebaiknya melakukan 'harakiri'(robek perut) sebagai upaya intropeksi diri. Ternyata tidak semua laki-laki Jepang berjiwa 'Bushi' seperti yang bisa kita lihat di film 'Samurai'.
Kata 'geisha' itu bermakna 'orang yang bisa berkesenian' . Jadi geisha itu adalah seorang wanita yang bisa menari dan memainkan alat musik tradisional Jepang. Bukan pelayan seks seperti yang orang-orang bayangkan selama ini. Selain kata 'geisha' juga ada kata 'maiko' dan 'geiko'. Semua kata-kata ini adalah sebuah profesi. 'Maiko' adalah 'wanita muda yang bisa menari', sedangkan geiko adalah senior daripada maiko, yang tidak hanya bisa menari tapi juga memainkan alat musik. Sedangkan geisha adalah
senior daripada keduanya. Senior dalam artian pengalaman dan umur. Untuk menjadi seperti mereka ini harus melalui sebuah sekolah khusus, sekolah kejuruan. Jadi bukan tiba-tiba jadi.
Salah satu kota yang paling mencolok di Jepang yang ada hubungannya dengan geisha adalah Kyoto. Merupakan sebuah kota yang kental dengan adat istiadat Jepang masa lalu. Di kota ini ada kurang lebih 1000 buah kuil. Dari yang ukurannya kecil hingga yang sangat besar dan seluas pusat perbelanjaan. Dalam 1 tahun dengan pergantian 4 musim selalu diwarnai dengan berbagai macam festival. Lewat berbagai festival itu, Pemda Kyoto bisa menarik keuntungan uang yang tidak sedikit. Tidak hanya itu kebaikan yang bisa diambil oleh Pemda Kyoto, tapi juga nama kota itu bisa dikenal di seluruh dunia. Menjadi obyek wisata yang diminati wisatawan dalam negeri dan juga luar negeri.
Kota Kyoto ini pernah menjadi ibukota darurat pengganti Tokyo.
Kyoto memiliki dua wajah yaitu wajah kehidupan masa lalu yang terus dipertahankan,
dan kehidupan modern yang terus berkembang. Di pusat kota, ada sebuah sungai besar yang panjang membelah kota hingga tersambung dengan kota Osaka. Dikenal dengan sebutan 'Kamogawa' atau 'Sungai Bebek'. Bila menelusuri sungai ini hingga ke pusat kota, maka kita bisa menemui kehidupan masa lalu yang dipertahankan itu. Pusat kota ini dikenal dengan sebutan Kawaramachi Dori. Di sekitarnya ada wilayah bernama Pontocho. Di wilayah ini berderet rumah makan yang kental dengan nuansa Jepang. Mulai dari bentuk bangunannya, jenis masakannya, bahasa yang dipergunakan, tata krama pelayanannya, semuanya. Ada prestise tersendiri bila menjadi tamu di wilayah Pontocho ini. Di wilayah Pontocho ini pun ada 'Desa Geisha' (hanya sebuah istilah yang digunakan karena memang di wilayah ini bisa kita temui lokasi tempat tinggal wanita-wanita berprofesi Geisha).
Restoran Jepang, Desa Geisha, menjadi obyek wisata di kota ini. Bila ada kesempatan dan tentunya uang, anda bisa mencoba memakai baju seperti Geisha dan
berjalan-jalan di sekitar kuil sambil berfoto. Sebuah paket wisata yang lengkap dan menyisakan kenangan indah tentunya. Adapula dunia hiburan malam bergaya modern. Bar atau 'snack' yang lengkap dengan wanita-wanita muda penghibur. Kemudian ada juga laki-laki berpakaian jas rapi, berdiri di masing-masing bar tempat mereka bekerja sebagai penarik tamu. Para laki-laki ini berdiri di depan pintu masuk setiap bar, sambil tersenyum ramah kepada para pejalan kaki yang lewat di depan wilayah mereka. Mereka akan berusaha berkali-kali menghadang pejalan kaki sambil merayu untuk mampir ke bar mereka. Bar atau 'snack' yang dimaksudkan disini hanya diwakili sebuah pintu saja. Tidak bisa diintip dari luar.
Jadi, promosi tentang wanita-wanita penghibur di
dalamnya tidak bisa diketahui dengan jelas, kecuali kalau kita masuk ke dalamnya. Selain
rayuan para lelaki yang berdiri berjam-jam di luar bar, ada juga bar yang meletakkan Kehidupan malam di Jepang secara umum tidak hanya terbatas di kota Kyoto saja. Tapi hampir ada di seluruh kota dan desa di Jepang. Ada istilah 'Kyabakura-Jo' bagi wanita-wanita muda penghibur di bar atau 'snack', dan 'Hosuto' bagi laki-laki muda
penghibur. Di setiap bar, ada tokoh 'mama', yakni seorang wanita cantik separuh baya yang menjadi manajer bahkan pemilik bar. Sejak ratusan tahun yang lalu, di Jepang dikenal profesi wanita penghibur yang disebut 'Oiran'. Hiburan yang disajikan bukan tari dan gerak, tapi sebagai pemuas nafsu seks lawan jenisnya. Kemudian hal ini berkembang ke abad 20, dan muncullah istilah-istilah lebih modern dan menjadi sebuah profesi yang diminati habis-habisan oleh wanita-wanita muda Jepang. Yang aku
maksudkan adalah sebutan 'Kyabakura-Jo'. Berprofesi sebagai Kyabakura-Jo berarti akan menghasilkan uang yang banyak. Dalam usia 20-30 tahunan, sudah bisa menjadi mesin uang untuk diri sendiri. Bisa membeli apa pun yang diingini. Tidak sedikit mereka mendapatkan hadiah dari para tamu berupa barang-barang kecil berupa baju, tas, jam tangan yang bermerk mahal hingga benda besar seperti bangunan apartemen, mobil dan lain sebagainya. Bahkan ada juga tamu yang menyelipkan uang 10 ribu yen di setiap halaman buku setebal 200 halaman, sebagai hadiah atas layanan yang telah diterimanya dari sang gadis penghibur. Profesi sebagai gadis penghibur di zaman modern ini tidak lagi menuntut kecantikan dan kemolekan tubuh, walaupun tetap menjadi hal penting. Tetapi yang dituntut dari seorang Kyabakura-Jo adalah kecerdasan, memiliki pengetahuan luas seperti halnya penyiar tv atau mungkin reporter koran dan majalah. Harus bisa menjadi 'kamus ilmu pengetahuan umum' yang bisa meladeni pembicaraan setiap tamu yang ingin berkeluh kesah tentang dunia bisnis, dunia kedokteran,dunia
musik, atau apa saja. Bahkan di bar-bar berkelas tinggi, para Kyabakura-Jo memiliki kemampuan berbahasa asing. Seorang Kyabakura-Jo yang memiliki kemampuan lengkap seperti itu akan mampu bertahan sebagai 'Number One', dan ini ada kaitannya dengan keuntungan pribadi dan bar tempat ia bekerja. Seorang Kyabakura-Jo kelas atas mampu membeli sebuah mobil Jaguar terbaru hanya dalam hitungan gaji dan bonus minimal 1-3 bulan. Tapi seorang Kyabakura-Jo yang tidak mampu bersaing, harus menerima kenyataan pahit, yakni dipecat dari pekerjaannya.
Friday, November 19, 2010
Thursday, November 18, 2010
Agama Islam di Jepang
Tak ada catatan yang pasti kapan Islam pertama kali masuk ke Jepang. Meski agak terlambat mengenal Islam, kini jumlah muslim di Jepang semakin bertambah. Tragedi 11 September 2001 menjadi momentum penting banyaknya orang Jepang yang masuk Islam.
Dekan Fakultas Studi Islam di Universitas Takushoku Tokyo, Tayeb El-Mokhtar Muto, menyatakan bahwa sikap toleran dan cara berpikir logis yang dimiliki oleh masyarakat Jepang menjadikan mereka begitu dekat dengan karakter dan nilai Islam.
“Terbukti dengan jumlah umat Islam di Jepang yang kian hari kian banyak,” tandas Tayeb El-Mokhtar Muto, yang kerap disapa Muto, seperti dikutip Islamonline (30/6).
Menurut Muto, semua hal negatif yang dialamatkan ke Islam, terutama pasca tragedi 11 September 2001, tidak berhasil mengambil hati publik masyarakat Jepang. Yang terjadi justru sebaliknya, semua hal negatif itu seakan menjadi perantara bagi Islam untuk menjadi pusat perhatian banyak orang.
“Jumlah orang yang masuk Islam semakin meningkat, baik di Jepang maupun di negara-negara lain, terutama setelah tuduhan yang ditujukan kepada Islam sebagai agama yang menganjurkan kekerasan, pembunuhan, huru-hara dan segala macam bentuk terorisme lainnya,” ujar Muto.
Sejarah Masuknya Islam
Keberadaan Islam di Jepang bisa dibilang baru. Menurut data Islamic Center Jepang, Islam sudah ada di Negeri Matahari Terbit itu sejak 1891. Namun data lain menyebutkan sejak 1887. Masjid tertua di Jepang sendiri dibangun pertama kali di Kobe tahun 1935, dan kemudian Masjid Tokyo pada 1938.
Bisa dikatakan juga, Jepang termasuk negara yang terlambat mengenal Islam, dibandingkan Cina misalnya yang sejak awal kehadiran Islam sudah didatangi para sahabat Nabi, dan sudah banyak penduduknya yang memeluk Islam.
Bicara tentang dakwah Islam di Jepang, memang tak banyak literatur yang didapat. Tak heran, hingga saat ini, belum jelas benar apa yang menyebabkan bangsa Jepang terlambat mengenal dan memeluk agama Islam.
Ada yang mengatakan, kebijakan isolasi diri selama 200 tahun lebih yang mulai pada pertengahan abad ke-17 membuat Jepang tidak mengenal Islam. Tapi apakah hal ini menjadi penyebab utamanya belum jelas benar, sebab Islam sendiri sudah ada sejak abad ke-8 Masehi.
Baru pada zaman Restorasi Meiji tahun 1875, literatur-literatur tentang Islam yang berasal dari Eropa dan Cina mulai diterjemahkan dan masuk ke Jepang.
Salah satu sumber lain menyebutkan bahwa bangsa Jepang mengenal Islam lewat bangsa Turki. Kisahnya bermula dari peristiwa yang terjadi pada tahun 1890, ketika sebuah kapal Turki bernama Ertogrul karam di perairan Jepang. Konon, dari 600-an awak kapal, hanya 69 dari mereka yang selamat.
Pemerintah dan rakyat Jepang bersama-sama berusaha menolong para penumpang yang selamat dan mengadakan upacara penghormatan bagi arwah penumpang yang meninggal dunia. Peristiwa ini menjadi pencetus dikirimnya utusan pemerintah Turki ke Jepang pada tahun 1891.
Hubungan baik dengan Turki itu juga membawa kemenangan bagi Jepang dalam perang melawan Rusia tahun 1904. Setelah peristiwa itu, sekitar tahun 1900-an, untuk pertama kalinya warga muslim Jepang pergi ke Makkah guna menunaikan ibadah haji. Sejak itu Islam dikenal secara luas di Jepang.
Selanjutnya, di tengah politik ekspansi Jepang di Asia pada Perang Dunia II, orang Jepang mulai tahu bahwa banyak rakyat Asia yang memeluk Islam. Dari situ muncullah kebutuhan lebih besar untuk melakukan penelitian tentang Islam secara lebih dalam. Maka dibentuklah lembaga-lembaga penelitian, organisasi maupun perkumpulan, yang mengkaji Islam, bahkan menerbitkan berbagai majalah dan buku tentang Islam.
Sayangnya, pemerintah Jepang pada masa itu, memandang Islam tidak sesuai dengan asas militer Jepang dan Shintoisme (agama asal Jepang) yang banyak dipeluk oleh penduduk Jepang. Karena itu, dakwah Islam pada masa itu tetap tidak diperbolehkan.
Setelah Perang Dunia II berakhir, dan setelah banyak negara di Asia dan Afrika meraih kemerdekaannya, mulailah bermunculan banyak negara Islam di panggung dunia. Dari sini, hubungan Jepang dengan negara-negara Islam semakin tak terhindarkan, terutama dengan negara-negara Islam di Timur Tengah sebagai negara penghasil minyak. Jepang pun makin dekat dengan lingkungan negara-negara Islam.
Masjid Gifu dan Faktor Kebebasan Beragama
Menurut Tayeb El-Mokhtar Muto, kebebasan beragama yang telah dinikmati oleh masyarakat Jepang selama ini punya andil yang besar bagi diterimanya Islam di Jepang. Lebih dari itu, budaya masyarakat Jepang yang toleran dan lebih mengutamakan akal dan logika memudahkan kebenaran Islam diterima.
Sebagai modal untuk berdakwah, Muto meminta kepada semua yayasan Islam dunia, seperti Al-Azhar, Dewan Tinggi Urusan Islam Kairo, Rabithah al-Alam al-Islami, untuk menyediakan buku-buku yang menerangkan hakikat Islam dengan metode yang mudah dan sederhana dalam berbagai bahasa dunia.
Kini, umat Muslim di Jepang, khususnya Jepang tengah, makin mudah menunaikan ibadahnya dengan selesainya pembangunan Masjid Gifu di kota Gifu, awal 2009, termasuk rencana pendirian pusat budaya dan sekolah Islam internasional pertama di Negeri Sakura tersebut.
Jumlah masjid di Jepang diperkirakan mencapai sekitar 35 buah, namun ada juga yang menyebutkan jumlahnya sebanyak 50 masjid, sementara jumlah populasi Muslim di Jepang sendiri sudah semakin bertambah.
Keberadaan masjid di Jepang sendiri masih terkonsentrasi di kota-kota besar, seperti di Tokyo, Kobe, Nagoya, Osaka, Yokohama, Hiroshima dan Hokkaido.
Peresmian Masjid Gifu sendiri dihadiri oleh Imam Masjidil Haram, Makkah, Syekh Salih bin Humaid, yang juga meresmikan penggunaan masjid itu untuk publik Muslim di Jepang.
Menurut Ketua Working Group for Technology Transfer (WGTT), sebuah LSM Indonesia di Jepang yang ikut hadir dalam acara tersebut, Fauzy Ammary, sejumlah duta besar negara-negara Islam, seperti dari Saudi Arabia, Irak, Iran, Mesir, Oman, Afghanistan, Syria, dan Pakistan juga hadir.
Saat ini di Jepang belum ada satu pun sekolah Islam yang permanen baik di tingkat sekolah dasar maupun menengah. Pengajaran dan pendidikan Islam di Jepang selama ini masih banyak dilakukan di masjid-masjid yang dibangun oleh kaum pendatang muslim.
Gifu sendiri merupakan salah satu kantong Muslim terbesar di Provinsi Aichi, yang terkenal sebagai kawasan industri otomotif Jepang. “Proyek pembangunan masjid ini menelan biaya sebesar 129 juta yen atau setara 1,1 juta dolar AS,” kata Fauzy Ammari.
Menurut Fauzy, Masjid Gifu akan menjadi pusat perluasan syiar Islam di kawasan Jepang tengah. Luas bangunan Masjid Gifu sebesar 351 meter persegi, dan akan semakin diperluas dengan sekolah Islam dan pusat budaya, sehingga dapat mendukung dan melengkapi kegiatan penyebaran pusat syiar Islam yang dilakukan di Jepang.
Warga Jepang (asli) yang menjadi Muslim, menurut Imam Masjid Jami’ Tokyo, Ensari Yenturk, diperkirakan mencapai 10 ribu orang. Sedang total warga Jepang yang muslim kurang lebih mencapai 100 ribu orang. Meski diakui tidak ada data yang akurat soal ini, insya Allah muslim di Jepang akan terus bertambah. Amin.
http://bisnisgontorclub.com/mengintip-islam-di-negeri-sakura.php
Negara Jepang
Negara Jepang kaya dengan berbagai kebudayaan leluhurnya yang beraneka ragam. Walaupun saat ini perkembangan teknologi di Jepang terus up date dalam hitungan perdetik , namun sisi tradisional masuh terus dilestarikan hingga sekarang ini. Berikut ini adalah salah satu dari berbagai macam kebudayaan Jepang yang masih terus berlangsung hingga saat ini :
Matsuri adalah kata dalam bahasa Jepang yang menurut pengertian agama Shinto berarti ritual yang dipersembahkan untuk Kami, sedangkan menurut pengertian sekularisme berarti festival, perayaan atau hari libur perayaan.
Matsuri diadakan di banyak tempat di Jepang dan pada umumnya diselenggarakan jinja atau kuil, walaupun ada juga matsuri yang diselenggarakan gereja dan matsuri yang tidak berkaitan dengan institusi keagamaan. Di daerah Kyushu, matsuri yang dilangsungkan pada musim gugur disebut Kunchi.
Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jawawut, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam seusai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya.
Pada penyelenggaraan matsuri hampir selalu bisa ditemui prosesi atau arak-arakan Mikoshi, Dashi (Danjiri) dan Yatai yang semuanya merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami atau objek pemujaan. Pada matsuri juga bisa dijumpai Chigo (anak kecil dalam prosesi), Miko (anak gadis pelaksana ritual), Tekomai (laki-laki berpakaian wanita), Hayashi (musik khas matsuri), penari, peserta dan penonton yang berdandan dan berpakaian bagus, dan pasar kaget beraneka macam makanan dan permainan.
Sejarah
Matsuri berasal dari kata matsuru (matsuru? menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri: penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito), dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato.
Matsuri dalam bentuk pembacaan doa masih tersisa seperti dalam bentuk Kigansai (permohonan secara individu kepada jinja atau kuil untuk didoakan dan Jichinsai (upacara sebelum pendirian bangunan atau konstruksi). Pembacaan doa yang dilakukan pendeta Shinto untuk individu atau kelompok orang di tempat yang tidak terlihat orang lain merupakan bentuk awal dari matsuri. Pada saat ini, Ise Jingū merupakan salah satu contoh kuil agama Shinto yang masih menyelenggarakan matsuri dalam bentuk pembacaan doa yang eksklusif bagi kalangan terbatas dan peserta umum tidak dibolehkan ikut serta.
Sesuai dengan perkembangan zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh dari maksud matsuri yang sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi satu-satunya tujuan dilangsungkannya matsuri, sedangkan matsuri hanya tinggal sebagai wacana dan tanpa makna religius.
Tiga matsuri terbesar
* Gion Matsuri (Yasaka-jinja, Kyoto, bulan Juli)
* Tenjinmatsuri (Osaka Temmangu, Osaka, 24-25 Juli)
* Kanda Matsuri (Kanda Myōjin, Tokyo, bulan Mei)
Matsuri yang terkenal sejak dulu
Daerah Tohoku
* Nebuta Matsuri (kota Aomori, bulan Agustus) dan Neputa Matsuri (kota Hirosaki, bulan Agustus)
* Kantō Matsuri (kota Akita, bulan Agustus)
* Sendai Tanabata Matsuri (kota Sendai, bulan Agustus)
Daerah Kanto
* Chichibuyo Matsuri (kota Chichibushi, Prefektur Saitama, 2-3 Desember)
* Sanja Matsuri (Asakusa-jinja, Tokyo, bulan Mei)
* Sannō Matsuri (Hie-jinja, Tokyo, bulan Juni)
Daerah Chubu
* Owarafū no bon (kota Toyama, Prefektur Toyama, bulan September)
* Shikinenzōei Onbashira Daisai (kota Suwa, Prefektur Nagano, diadakan setiap 6 tahun sekali, terakhir diadakan bulan April-Mei, 2004).
* Takayama Matsuri (kota Takayama, Prefektur Gifu, bulan April dan bulan Oktober)
* Furukawa Matsuri (kota Hida, Prefektur Gifu, bulan April)
Daerah Kinki
* Aoi Matsuri (Kyoto, bulan Mei)
* Jidai Matsuri (Heian-jingu, Kyoto, bulan Oktober)
* Tōdaiji Nigatsudō Shuni-e atau dikenal sebagai Omizutori (Nigetsu-dō, kuil Tōdaiji, Nara, 12 Maret)
* Kishiwada Danjiri Matsuri (Kishiwada, Prefektur Osaka, 14-15 September)
* Nada no Kenka Matsuri dan Banshū no Aki Matsuri (Prefektur Hyogo, diselenggarakan lebih dari seratus jinja di daerah Banshū dengan pusat keramaian di kota Himeji di bulan Oktober)
* Nachi no Hi Matsuri (Nachi Katsuura, Prefektur Wakayama, bulan Juli)
* Aizen Matsuri, Tenjinmatsuri dan Sumiyoshi Matsuri yang dikenal sebagai "Tiga Matsuri Musim Panas Terbesar di Osaka" (Prefektur Osaka, bulan Juni-Juli)
Daerah Chugoku dan Shikoku
* Saidaiji Eyō (Okayama, Prefektur Okayama, bulan Februari)
* Awa Odori (Tokushima, Prefektur Tokushima, 12-15 Agustus)
Daerah Kyushu
* Hakata Gion Yamakasa (Fukuoka, Prefektur Fukuoka, bulan Juli)
* Nagasaki Kunchi (Nagasaki, Prefektur Nagasaki, 7-9 Oktober)
* Karatsu Kunchi (Karatsu, Prefektur Saga, bulan November)
Pengertian lain
Dalam bahasa Jepang, kata "matsuri" juga berarti festival dan aksara kanji untuk matsuri (matsuri?) dapat dibaca sebagai sai, sehingga dikenal istilah seperti Eiga-sai (festival film), Sangyō-sai (festival hasil panen), Ongaku-sai (festival musik) dan Daigaku-sai (festival yang diadakan oleh universitas).
Shimin Matsuri adalah sebutan untuk matsuri yang diselenggarakan pemerintah daerah atau kelompok warga kota dengan maksud untuk menghidupkan perekonomian daerah dan umumnya tidak berhubungan dengan institusi keagamaan.
Festival dan Matsuri yang lain
* Festival Salju Sapporo (Sapporo, Prefektur Hokkaido, bulan Februari)
* Festival Salju Iwate (Koiwai Farm, Shizukuishi, Prefektur Iwate, bulan Februari)
* YOSAKOI Sōran Matsuri (Sapporo, Hokkaido, bulan Juni)
* Niigata Odori Matsuri (Niigata, Prefektur Niigata, pertengahan bulan September)
* Odawara Hōjō Godai Matsuri (kota Odawara, Prefektur Kanagawa)
* Yosakoi Matsuri (kota Kochi, Prefektur Kochi, 9-12 Agustus)
* Hakata dontaku (3-4 April, kota Fukuoka)
* Hamamatsu Matsuri (3-5 Mei, kota Hamamatsu, Prefektur Shizuoka)
* Wasshoi Hyakuman Natsu Matsuri (kota Kita Kyūshū, Prefektur Fukuoka, hari Sabtu minggu pertama bulan Agustus)
Origami
Origami adalah sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan.
Origami merupakan satu kesenian melipat kertas yang dipercayai bermula semenjak kertas mula diperkenalkan pada abad pertama di Tiongkok pada tahun 105 oleh seorang Tiongkok dikasi yang bernama Ts'ai Lun.
Pembuatan kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain berkualitas rendah meningkatkan produksi kertas. Contoh-contoh awal origami yang berasal daripada Republik Rakyat Tiongkok adalah tongkang Tiongkok dan kotak.
Pada abad ke-6, cara pembuatan kertas kemudian dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab. Pada tahun 610 di masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu Buddha bernama Donchō (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dan tinta.
Origami pun menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut Washi.
Washi atau Wagami adalah sejenis kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Washi dianggap mempunyai tekstur yang indah, tipis tapi kuat dan tahan lama jika dibandingkan dengan jenis kertas lain.
Produksi washi sering tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga berharga mahal. Di Jepang, washi digunakan dalam berbagai jenis benda kerajinan dan seni seperti Origami, Shodō dan Ukiyo-e. Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong.
Di Jepang, washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas yen terkenal kuat dan tidak mudah lusuh.
Sudoku
Sudoku, juga dikenal sebagai Number Place atau Nanpure, adalah sejenis teka-teki logika. Tujuannya adalah untuk mengisikan angka-angka dari 1 sampai 9 ke dalam jaring-jaring 9×9 yang terdiri dari 9 kotak 3×3 tanpa ada angka yang berulang di satu baris, kolom atau kotak. Pertama kali diterbitkan di sebuah surat kabar Perancis pada 1895 dan mungkin dipengaruhi oleh matematikawan Swiss Leonhard Euler, yang membuat terkenal Latin square.
Versi modern permainan ini dimulai di Indianapolis pada 1979. Kemudian menjadi terkenal kembali di Jepang pada 1986, ketika penerbit Nikoli menemukan teka-teki ini yang diciptakan Howard Garns.
Nama "Sudoku" adalah singkatan bahasa Jepang dari "Suuji wa dokushin ni kagiru" ("Suuji wa dokushin ni kagiru"?), artinya "angka-angkanya harus tetap tunggal".
Subscribe to:
Posts (Atom)
Friday, November 19, 2010
Sisi Kelam Kehidupan di Jepang
GEISHA, KYABAKURA-JO, HOSUTO DAN SISI KELAM MASYARAKAT
JEPANG
Dalam sejarah perang dunia, ada satu sisi kelam yang hingga saat ini terus menerus mendapat sorotan dari banyak kalangan. Yakni masalah 'Jugun Ianfu'. Istilah ini ditujukan untuk para wanita di negara jajahan yang melayani tentara Jepang dalam pemenuhan kebutuhan seks mereka. Keberadaan para wanita tersebut tidak hanya ada di
negara kita-Indonesia saja, tetapi juga di negara Asia lain seperti Korea, China, Malaysia dan lainnya. Perjuangan para wanita-wanita ini masih berada di pertengahan jalan dalam meraih keadilan, padahal usia terus menggerogoti mereka. Tak sedikit hingga hayat di
kandung badan lepas, para wanita ini harus membawa kenangan pahit itu hingga ke liang kubur. Masih banyak dari kalangan mereka sendiri atau keturunan mereka yang terus menuntut Pemerintah Jepang untuk mengakui kebejatan moral para mantan tentara
perangnya. Tuntutan para wanita ini sudah dijawab oleh Pemerintah Jepang dalam bentuk uang kompensasi, sebagai pengganti 'terengutnya masa muda yang indah dengan cara paksa, juga sebagai upaya penyembuhan luka masa lalu'. Tapi sayangnya, hal penting yang seharusnya diakui sebagai rasa malu telah memperlakukan wanita yang dimata Allah swt diletakkan di tempat yang agung, tidak juga keluar dari seluruh mulut para mantan tentara Jepang yang masih hidup hingga saat ini. Mungkin para wanita itu menjerit: kalau perlu para mantan tentara Jepang ini sebaiknya melakukan 'harakiri'(robek perut) sebagai upaya intropeksi diri. Ternyata tidak semua laki-laki Jepang berjiwa 'Bushi' seperti yang bisa kita lihat di film 'Samurai'.
Kata 'geisha' itu bermakna 'orang yang bisa berkesenian' . Jadi geisha itu adalah seorang wanita yang bisa menari dan memainkan alat musik tradisional Jepang. Bukan pelayan seks seperti yang orang-orang bayangkan selama ini. Selain kata 'geisha' juga ada kata 'maiko' dan 'geiko'. Semua kata-kata ini adalah sebuah profesi. 'Maiko' adalah 'wanita muda yang bisa menari', sedangkan geiko adalah senior daripada maiko, yang tidak hanya bisa menari tapi juga memainkan alat musik. Sedangkan geisha adalah
senior daripada keduanya. Senior dalam artian pengalaman dan umur. Untuk menjadi seperti mereka ini harus melalui sebuah sekolah khusus, sekolah kejuruan. Jadi bukan tiba-tiba jadi.
Salah satu kota yang paling mencolok di Jepang yang ada hubungannya dengan geisha adalah Kyoto. Merupakan sebuah kota yang kental dengan adat istiadat Jepang masa lalu. Di kota ini ada kurang lebih 1000 buah kuil. Dari yang ukurannya kecil hingga yang sangat besar dan seluas pusat perbelanjaan. Dalam 1 tahun dengan pergantian 4 musim selalu diwarnai dengan berbagai macam festival. Lewat berbagai festival itu, Pemda Kyoto bisa menarik keuntungan uang yang tidak sedikit. Tidak hanya itu kebaikan yang bisa diambil oleh Pemda Kyoto, tapi juga nama kota itu bisa dikenal di seluruh dunia. Menjadi obyek wisata yang diminati wisatawan dalam negeri dan juga luar negeri.
Kota Kyoto ini pernah menjadi ibukota darurat pengganti Tokyo.
Kyoto memiliki dua wajah yaitu wajah kehidupan masa lalu yang terus dipertahankan,
dan kehidupan modern yang terus berkembang. Di pusat kota, ada sebuah sungai besar yang panjang membelah kota hingga tersambung dengan kota Osaka. Dikenal dengan sebutan 'Kamogawa' atau 'Sungai Bebek'. Bila menelusuri sungai ini hingga ke pusat kota, maka kita bisa menemui kehidupan masa lalu yang dipertahankan itu. Pusat kota ini dikenal dengan sebutan Kawaramachi Dori. Di sekitarnya ada wilayah bernama Pontocho. Di wilayah ini berderet rumah makan yang kental dengan nuansa Jepang. Mulai dari bentuk bangunannya, jenis masakannya, bahasa yang dipergunakan, tata krama pelayanannya, semuanya. Ada prestise tersendiri bila menjadi tamu di wilayah Pontocho ini. Di wilayah Pontocho ini pun ada 'Desa Geisha' (hanya sebuah istilah yang digunakan karena memang di wilayah ini bisa kita temui lokasi tempat tinggal wanita-wanita berprofesi Geisha).
Restoran Jepang, Desa Geisha, menjadi obyek wisata di kota ini. Bila ada kesempatan dan tentunya uang, anda bisa mencoba memakai baju seperti Geisha dan
berjalan-jalan di sekitar kuil sambil berfoto. Sebuah paket wisata yang lengkap dan menyisakan kenangan indah tentunya. Adapula dunia hiburan malam bergaya modern. Bar atau 'snack' yang lengkap dengan wanita-wanita muda penghibur. Kemudian ada juga laki-laki berpakaian jas rapi, berdiri di masing-masing bar tempat mereka bekerja sebagai penarik tamu. Para laki-laki ini berdiri di depan pintu masuk setiap bar, sambil tersenyum ramah kepada para pejalan kaki yang lewat di depan wilayah mereka. Mereka akan berusaha berkali-kali menghadang pejalan kaki sambil merayu untuk mampir ke bar mereka. Bar atau 'snack' yang dimaksudkan disini hanya diwakili sebuah pintu saja. Tidak bisa diintip dari luar.
Jadi, promosi tentang wanita-wanita penghibur di
dalamnya tidak bisa diketahui dengan jelas, kecuali kalau kita masuk ke dalamnya. Selain
rayuan para lelaki yang berdiri berjam-jam di luar bar, ada juga bar yang meletakkan Kehidupan malam di Jepang secara umum tidak hanya terbatas di kota Kyoto saja. Tapi hampir ada di seluruh kota dan desa di Jepang. Ada istilah 'Kyabakura-Jo' bagi wanita-wanita muda penghibur di bar atau 'snack', dan 'Hosuto' bagi laki-laki muda
penghibur. Di setiap bar, ada tokoh 'mama', yakni seorang wanita cantik separuh baya yang menjadi manajer bahkan pemilik bar. Sejak ratusan tahun yang lalu, di Jepang dikenal profesi wanita penghibur yang disebut 'Oiran'. Hiburan yang disajikan bukan tari dan gerak, tapi sebagai pemuas nafsu seks lawan jenisnya. Kemudian hal ini berkembang ke abad 20, dan muncullah istilah-istilah lebih modern dan menjadi sebuah profesi yang diminati habis-habisan oleh wanita-wanita muda Jepang. Yang aku
maksudkan adalah sebutan 'Kyabakura-Jo'. Berprofesi sebagai Kyabakura-Jo berarti akan menghasilkan uang yang banyak. Dalam usia 20-30 tahunan, sudah bisa menjadi mesin uang untuk diri sendiri. Bisa membeli apa pun yang diingini. Tidak sedikit mereka mendapatkan hadiah dari para tamu berupa barang-barang kecil berupa baju, tas, jam tangan yang bermerk mahal hingga benda besar seperti bangunan apartemen, mobil dan lain sebagainya. Bahkan ada juga tamu yang menyelipkan uang 10 ribu yen di setiap halaman buku setebal 200 halaman, sebagai hadiah atas layanan yang telah diterimanya dari sang gadis penghibur. Profesi sebagai gadis penghibur di zaman modern ini tidak lagi menuntut kecantikan dan kemolekan tubuh, walaupun tetap menjadi hal penting. Tetapi yang dituntut dari seorang Kyabakura-Jo adalah kecerdasan, memiliki pengetahuan luas seperti halnya penyiar tv atau mungkin reporter koran dan majalah. Harus bisa menjadi 'kamus ilmu pengetahuan umum' yang bisa meladeni pembicaraan setiap tamu yang ingin berkeluh kesah tentang dunia bisnis, dunia kedokteran,dunia
musik, atau apa saja. Bahkan di bar-bar berkelas tinggi, para Kyabakura-Jo memiliki kemampuan berbahasa asing. Seorang Kyabakura-Jo yang memiliki kemampuan lengkap seperti itu akan mampu bertahan sebagai 'Number One', dan ini ada kaitannya dengan keuntungan pribadi dan bar tempat ia bekerja. Seorang Kyabakura-Jo kelas atas mampu membeli sebuah mobil Jaguar terbaru hanya dalam hitungan gaji dan bonus minimal 1-3 bulan. Tapi seorang Kyabakura-Jo yang tidak mampu bersaing, harus menerima kenyataan pahit, yakni dipecat dari pekerjaannya.
JEPANG
Dalam sejarah perang dunia, ada satu sisi kelam yang hingga saat ini terus menerus mendapat sorotan dari banyak kalangan. Yakni masalah 'Jugun Ianfu'. Istilah ini ditujukan untuk para wanita di negara jajahan yang melayani tentara Jepang dalam pemenuhan kebutuhan seks mereka. Keberadaan para wanita tersebut tidak hanya ada di
negara kita-Indonesia saja, tetapi juga di negara Asia lain seperti Korea, China, Malaysia dan lainnya. Perjuangan para wanita-wanita ini masih berada di pertengahan jalan dalam meraih keadilan, padahal usia terus menggerogoti mereka. Tak sedikit hingga hayat di
kandung badan lepas, para wanita ini harus membawa kenangan pahit itu hingga ke liang kubur. Masih banyak dari kalangan mereka sendiri atau keturunan mereka yang terus menuntut Pemerintah Jepang untuk mengakui kebejatan moral para mantan tentara
perangnya. Tuntutan para wanita ini sudah dijawab oleh Pemerintah Jepang dalam bentuk uang kompensasi, sebagai pengganti 'terengutnya masa muda yang indah dengan cara paksa, juga sebagai upaya penyembuhan luka masa lalu'. Tapi sayangnya, hal penting yang seharusnya diakui sebagai rasa malu telah memperlakukan wanita yang dimata Allah swt diletakkan di tempat yang agung, tidak juga keluar dari seluruh mulut para mantan tentara Jepang yang masih hidup hingga saat ini. Mungkin para wanita itu menjerit: kalau perlu para mantan tentara Jepang ini sebaiknya melakukan 'harakiri'(robek perut) sebagai upaya intropeksi diri. Ternyata tidak semua laki-laki Jepang berjiwa 'Bushi' seperti yang bisa kita lihat di film 'Samurai'.
Kata 'geisha' itu bermakna 'orang yang bisa berkesenian' . Jadi geisha itu adalah seorang wanita yang bisa menari dan memainkan alat musik tradisional Jepang. Bukan pelayan seks seperti yang orang-orang bayangkan selama ini. Selain kata 'geisha' juga ada kata 'maiko' dan 'geiko'. Semua kata-kata ini adalah sebuah profesi. 'Maiko' adalah 'wanita muda yang bisa menari', sedangkan geiko adalah senior daripada maiko, yang tidak hanya bisa menari tapi juga memainkan alat musik. Sedangkan geisha adalah
senior daripada keduanya. Senior dalam artian pengalaman dan umur. Untuk menjadi seperti mereka ini harus melalui sebuah sekolah khusus, sekolah kejuruan. Jadi bukan tiba-tiba jadi.
Salah satu kota yang paling mencolok di Jepang yang ada hubungannya dengan geisha adalah Kyoto. Merupakan sebuah kota yang kental dengan adat istiadat Jepang masa lalu. Di kota ini ada kurang lebih 1000 buah kuil. Dari yang ukurannya kecil hingga yang sangat besar dan seluas pusat perbelanjaan. Dalam 1 tahun dengan pergantian 4 musim selalu diwarnai dengan berbagai macam festival. Lewat berbagai festival itu, Pemda Kyoto bisa menarik keuntungan uang yang tidak sedikit. Tidak hanya itu kebaikan yang bisa diambil oleh Pemda Kyoto, tapi juga nama kota itu bisa dikenal di seluruh dunia. Menjadi obyek wisata yang diminati wisatawan dalam negeri dan juga luar negeri.
Kota Kyoto ini pernah menjadi ibukota darurat pengganti Tokyo.
Kyoto memiliki dua wajah yaitu wajah kehidupan masa lalu yang terus dipertahankan,
dan kehidupan modern yang terus berkembang. Di pusat kota, ada sebuah sungai besar yang panjang membelah kota hingga tersambung dengan kota Osaka. Dikenal dengan sebutan 'Kamogawa' atau 'Sungai Bebek'. Bila menelusuri sungai ini hingga ke pusat kota, maka kita bisa menemui kehidupan masa lalu yang dipertahankan itu. Pusat kota ini dikenal dengan sebutan Kawaramachi Dori. Di sekitarnya ada wilayah bernama Pontocho. Di wilayah ini berderet rumah makan yang kental dengan nuansa Jepang. Mulai dari bentuk bangunannya, jenis masakannya, bahasa yang dipergunakan, tata krama pelayanannya, semuanya. Ada prestise tersendiri bila menjadi tamu di wilayah Pontocho ini. Di wilayah Pontocho ini pun ada 'Desa Geisha' (hanya sebuah istilah yang digunakan karena memang di wilayah ini bisa kita temui lokasi tempat tinggal wanita-wanita berprofesi Geisha).
Restoran Jepang, Desa Geisha, menjadi obyek wisata di kota ini. Bila ada kesempatan dan tentunya uang, anda bisa mencoba memakai baju seperti Geisha dan
berjalan-jalan di sekitar kuil sambil berfoto. Sebuah paket wisata yang lengkap dan menyisakan kenangan indah tentunya. Adapula dunia hiburan malam bergaya modern. Bar atau 'snack' yang lengkap dengan wanita-wanita muda penghibur. Kemudian ada juga laki-laki berpakaian jas rapi, berdiri di masing-masing bar tempat mereka bekerja sebagai penarik tamu. Para laki-laki ini berdiri di depan pintu masuk setiap bar, sambil tersenyum ramah kepada para pejalan kaki yang lewat di depan wilayah mereka. Mereka akan berusaha berkali-kali menghadang pejalan kaki sambil merayu untuk mampir ke bar mereka. Bar atau 'snack' yang dimaksudkan disini hanya diwakili sebuah pintu saja. Tidak bisa diintip dari luar.
Jadi, promosi tentang wanita-wanita penghibur di
dalamnya tidak bisa diketahui dengan jelas, kecuali kalau kita masuk ke dalamnya. Selain
rayuan para lelaki yang berdiri berjam-jam di luar bar, ada juga bar yang meletakkan Kehidupan malam di Jepang secara umum tidak hanya terbatas di kota Kyoto saja. Tapi hampir ada di seluruh kota dan desa di Jepang. Ada istilah 'Kyabakura-Jo' bagi wanita-wanita muda penghibur di bar atau 'snack', dan 'Hosuto' bagi laki-laki muda
penghibur. Di setiap bar, ada tokoh 'mama', yakni seorang wanita cantik separuh baya yang menjadi manajer bahkan pemilik bar. Sejak ratusan tahun yang lalu, di Jepang dikenal profesi wanita penghibur yang disebut 'Oiran'. Hiburan yang disajikan bukan tari dan gerak, tapi sebagai pemuas nafsu seks lawan jenisnya. Kemudian hal ini berkembang ke abad 20, dan muncullah istilah-istilah lebih modern dan menjadi sebuah profesi yang diminati habis-habisan oleh wanita-wanita muda Jepang. Yang aku
maksudkan adalah sebutan 'Kyabakura-Jo'. Berprofesi sebagai Kyabakura-Jo berarti akan menghasilkan uang yang banyak. Dalam usia 20-30 tahunan, sudah bisa menjadi mesin uang untuk diri sendiri. Bisa membeli apa pun yang diingini. Tidak sedikit mereka mendapatkan hadiah dari para tamu berupa barang-barang kecil berupa baju, tas, jam tangan yang bermerk mahal hingga benda besar seperti bangunan apartemen, mobil dan lain sebagainya. Bahkan ada juga tamu yang menyelipkan uang 10 ribu yen di setiap halaman buku setebal 200 halaman, sebagai hadiah atas layanan yang telah diterimanya dari sang gadis penghibur. Profesi sebagai gadis penghibur di zaman modern ini tidak lagi menuntut kecantikan dan kemolekan tubuh, walaupun tetap menjadi hal penting. Tetapi yang dituntut dari seorang Kyabakura-Jo adalah kecerdasan, memiliki pengetahuan luas seperti halnya penyiar tv atau mungkin reporter koran dan majalah. Harus bisa menjadi 'kamus ilmu pengetahuan umum' yang bisa meladeni pembicaraan setiap tamu yang ingin berkeluh kesah tentang dunia bisnis, dunia kedokteran,dunia
musik, atau apa saja. Bahkan di bar-bar berkelas tinggi, para Kyabakura-Jo memiliki kemampuan berbahasa asing. Seorang Kyabakura-Jo yang memiliki kemampuan lengkap seperti itu akan mampu bertahan sebagai 'Number One', dan ini ada kaitannya dengan keuntungan pribadi dan bar tempat ia bekerja. Seorang Kyabakura-Jo kelas atas mampu membeli sebuah mobil Jaguar terbaru hanya dalam hitungan gaji dan bonus minimal 1-3 bulan. Tapi seorang Kyabakura-Jo yang tidak mampu bersaing, harus menerima kenyataan pahit, yakni dipecat dari pekerjaannya.
Thursday, November 18, 2010
Agama Islam di Jepang
Tak ada catatan yang pasti kapan Islam pertama kali masuk ke Jepang. Meski agak terlambat mengenal Islam, kini jumlah muslim di Jepang semakin bertambah. Tragedi 11 September 2001 menjadi momentum penting banyaknya orang Jepang yang masuk Islam.
Dekan Fakultas Studi Islam di Universitas Takushoku Tokyo, Tayeb El-Mokhtar Muto, menyatakan bahwa sikap toleran dan cara berpikir logis yang dimiliki oleh masyarakat Jepang menjadikan mereka begitu dekat dengan karakter dan nilai Islam.
“Terbukti dengan jumlah umat Islam di Jepang yang kian hari kian banyak,” tandas Tayeb El-Mokhtar Muto, yang kerap disapa Muto, seperti dikutip Islamonline (30/6).
Menurut Muto, semua hal negatif yang dialamatkan ke Islam, terutama pasca tragedi 11 September 2001, tidak berhasil mengambil hati publik masyarakat Jepang. Yang terjadi justru sebaliknya, semua hal negatif itu seakan menjadi perantara bagi Islam untuk menjadi pusat perhatian banyak orang.
“Jumlah orang yang masuk Islam semakin meningkat, baik di Jepang maupun di negara-negara lain, terutama setelah tuduhan yang ditujukan kepada Islam sebagai agama yang menganjurkan kekerasan, pembunuhan, huru-hara dan segala macam bentuk terorisme lainnya,” ujar Muto.
Sejarah Masuknya Islam
Keberadaan Islam di Jepang bisa dibilang baru. Menurut data Islamic Center Jepang, Islam sudah ada di Negeri Matahari Terbit itu sejak 1891. Namun data lain menyebutkan sejak 1887. Masjid tertua di Jepang sendiri dibangun pertama kali di Kobe tahun 1935, dan kemudian Masjid Tokyo pada 1938.
Bisa dikatakan juga, Jepang termasuk negara yang terlambat mengenal Islam, dibandingkan Cina misalnya yang sejak awal kehadiran Islam sudah didatangi para sahabat Nabi, dan sudah banyak penduduknya yang memeluk Islam.
Bicara tentang dakwah Islam di Jepang, memang tak banyak literatur yang didapat. Tak heran, hingga saat ini, belum jelas benar apa yang menyebabkan bangsa Jepang terlambat mengenal dan memeluk agama Islam.
Ada yang mengatakan, kebijakan isolasi diri selama 200 tahun lebih yang mulai pada pertengahan abad ke-17 membuat Jepang tidak mengenal Islam. Tapi apakah hal ini menjadi penyebab utamanya belum jelas benar, sebab Islam sendiri sudah ada sejak abad ke-8 Masehi.
Baru pada zaman Restorasi Meiji tahun 1875, literatur-literatur tentang Islam yang berasal dari Eropa dan Cina mulai diterjemahkan dan masuk ke Jepang.
Salah satu sumber lain menyebutkan bahwa bangsa Jepang mengenal Islam lewat bangsa Turki. Kisahnya bermula dari peristiwa yang terjadi pada tahun 1890, ketika sebuah kapal Turki bernama Ertogrul karam di perairan Jepang. Konon, dari 600-an awak kapal, hanya 69 dari mereka yang selamat.
Pemerintah dan rakyat Jepang bersama-sama berusaha menolong para penumpang yang selamat dan mengadakan upacara penghormatan bagi arwah penumpang yang meninggal dunia. Peristiwa ini menjadi pencetus dikirimnya utusan pemerintah Turki ke Jepang pada tahun 1891.
Hubungan baik dengan Turki itu juga membawa kemenangan bagi Jepang dalam perang melawan Rusia tahun 1904. Setelah peristiwa itu, sekitar tahun 1900-an, untuk pertama kalinya warga muslim Jepang pergi ke Makkah guna menunaikan ibadah haji. Sejak itu Islam dikenal secara luas di Jepang.
Selanjutnya, di tengah politik ekspansi Jepang di Asia pada Perang Dunia II, orang Jepang mulai tahu bahwa banyak rakyat Asia yang memeluk Islam. Dari situ muncullah kebutuhan lebih besar untuk melakukan penelitian tentang Islam secara lebih dalam. Maka dibentuklah lembaga-lembaga penelitian, organisasi maupun perkumpulan, yang mengkaji Islam, bahkan menerbitkan berbagai majalah dan buku tentang Islam.
Sayangnya, pemerintah Jepang pada masa itu, memandang Islam tidak sesuai dengan asas militer Jepang dan Shintoisme (agama asal Jepang) yang banyak dipeluk oleh penduduk Jepang. Karena itu, dakwah Islam pada masa itu tetap tidak diperbolehkan.
Setelah Perang Dunia II berakhir, dan setelah banyak negara di Asia dan Afrika meraih kemerdekaannya, mulailah bermunculan banyak negara Islam di panggung dunia. Dari sini, hubungan Jepang dengan negara-negara Islam semakin tak terhindarkan, terutama dengan negara-negara Islam di Timur Tengah sebagai negara penghasil minyak. Jepang pun makin dekat dengan lingkungan negara-negara Islam.
Masjid Gifu dan Faktor Kebebasan Beragama
Menurut Tayeb El-Mokhtar Muto, kebebasan beragama yang telah dinikmati oleh masyarakat Jepang selama ini punya andil yang besar bagi diterimanya Islam di Jepang. Lebih dari itu, budaya masyarakat Jepang yang toleran dan lebih mengutamakan akal dan logika memudahkan kebenaran Islam diterima.
Sebagai modal untuk berdakwah, Muto meminta kepada semua yayasan Islam dunia, seperti Al-Azhar, Dewan Tinggi Urusan Islam Kairo, Rabithah al-Alam al-Islami, untuk menyediakan buku-buku yang menerangkan hakikat Islam dengan metode yang mudah dan sederhana dalam berbagai bahasa dunia.
Kini, umat Muslim di Jepang, khususnya Jepang tengah, makin mudah menunaikan ibadahnya dengan selesainya pembangunan Masjid Gifu di kota Gifu, awal 2009, termasuk rencana pendirian pusat budaya dan sekolah Islam internasional pertama di Negeri Sakura tersebut.
Jumlah masjid di Jepang diperkirakan mencapai sekitar 35 buah, namun ada juga yang menyebutkan jumlahnya sebanyak 50 masjid, sementara jumlah populasi Muslim di Jepang sendiri sudah semakin bertambah.
Keberadaan masjid di Jepang sendiri masih terkonsentrasi di kota-kota besar, seperti di Tokyo, Kobe, Nagoya, Osaka, Yokohama, Hiroshima dan Hokkaido.
Peresmian Masjid Gifu sendiri dihadiri oleh Imam Masjidil Haram, Makkah, Syekh Salih bin Humaid, yang juga meresmikan penggunaan masjid itu untuk publik Muslim di Jepang.
Menurut Ketua Working Group for Technology Transfer (WGTT), sebuah LSM Indonesia di Jepang yang ikut hadir dalam acara tersebut, Fauzy Ammary, sejumlah duta besar negara-negara Islam, seperti dari Saudi Arabia, Irak, Iran, Mesir, Oman, Afghanistan, Syria, dan Pakistan juga hadir.
Saat ini di Jepang belum ada satu pun sekolah Islam yang permanen baik di tingkat sekolah dasar maupun menengah. Pengajaran dan pendidikan Islam di Jepang selama ini masih banyak dilakukan di masjid-masjid yang dibangun oleh kaum pendatang muslim.
Gifu sendiri merupakan salah satu kantong Muslim terbesar di Provinsi Aichi, yang terkenal sebagai kawasan industri otomotif Jepang. “Proyek pembangunan masjid ini menelan biaya sebesar 129 juta yen atau setara 1,1 juta dolar AS,” kata Fauzy Ammari.
Menurut Fauzy, Masjid Gifu akan menjadi pusat perluasan syiar Islam di kawasan Jepang tengah. Luas bangunan Masjid Gifu sebesar 351 meter persegi, dan akan semakin diperluas dengan sekolah Islam dan pusat budaya, sehingga dapat mendukung dan melengkapi kegiatan penyebaran pusat syiar Islam yang dilakukan di Jepang.
Warga Jepang (asli) yang menjadi Muslim, menurut Imam Masjid Jami’ Tokyo, Ensari Yenturk, diperkirakan mencapai 10 ribu orang. Sedang total warga Jepang yang muslim kurang lebih mencapai 100 ribu orang. Meski diakui tidak ada data yang akurat soal ini, insya Allah muslim di Jepang akan terus bertambah. Amin.
http://bisnisgontorclub.com/mengintip-islam-di-negeri-sakura.php
Negara Jepang
Negara Jepang kaya dengan berbagai kebudayaan leluhurnya yang beraneka ragam. Walaupun saat ini perkembangan teknologi di Jepang terus up date dalam hitungan perdetik , namun sisi tradisional masuh terus dilestarikan hingga sekarang ini. Berikut ini adalah salah satu dari berbagai macam kebudayaan Jepang yang masih terus berlangsung hingga saat ini :
Matsuri adalah kata dalam bahasa Jepang yang menurut pengertian agama Shinto berarti ritual yang dipersembahkan untuk Kami, sedangkan menurut pengertian sekularisme berarti festival, perayaan atau hari libur perayaan.
Matsuri diadakan di banyak tempat di Jepang dan pada umumnya diselenggarakan jinja atau kuil, walaupun ada juga matsuri yang diselenggarakan gereja dan matsuri yang tidak berkaitan dengan institusi keagamaan. Di daerah Kyushu, matsuri yang dilangsungkan pada musim gugur disebut Kunchi.
Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jawawut, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam seusai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya.
Pada penyelenggaraan matsuri hampir selalu bisa ditemui prosesi atau arak-arakan Mikoshi, Dashi (Danjiri) dan Yatai yang semuanya merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami atau objek pemujaan. Pada matsuri juga bisa dijumpai Chigo (anak kecil dalam prosesi), Miko (anak gadis pelaksana ritual), Tekomai (laki-laki berpakaian wanita), Hayashi (musik khas matsuri), penari, peserta dan penonton yang berdandan dan berpakaian bagus, dan pasar kaget beraneka macam makanan dan permainan.
Sejarah
Matsuri berasal dari kata matsuru (matsuru? menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri: penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito), dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato.
Matsuri dalam bentuk pembacaan doa masih tersisa seperti dalam bentuk Kigansai (permohonan secara individu kepada jinja atau kuil untuk didoakan dan Jichinsai (upacara sebelum pendirian bangunan atau konstruksi). Pembacaan doa yang dilakukan pendeta Shinto untuk individu atau kelompok orang di tempat yang tidak terlihat orang lain merupakan bentuk awal dari matsuri. Pada saat ini, Ise Jingū merupakan salah satu contoh kuil agama Shinto yang masih menyelenggarakan matsuri dalam bentuk pembacaan doa yang eksklusif bagi kalangan terbatas dan peserta umum tidak dibolehkan ikut serta.
Sesuai dengan perkembangan zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh dari maksud matsuri yang sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi satu-satunya tujuan dilangsungkannya matsuri, sedangkan matsuri hanya tinggal sebagai wacana dan tanpa makna religius.
Tiga matsuri terbesar
* Gion Matsuri (Yasaka-jinja, Kyoto, bulan Juli)
* Tenjinmatsuri (Osaka Temmangu, Osaka, 24-25 Juli)
* Kanda Matsuri (Kanda Myōjin, Tokyo, bulan Mei)
Matsuri yang terkenal sejak dulu
Daerah Tohoku
* Nebuta Matsuri (kota Aomori, bulan Agustus) dan Neputa Matsuri (kota Hirosaki, bulan Agustus)
* Kantō Matsuri (kota Akita, bulan Agustus)
* Sendai Tanabata Matsuri (kota Sendai, bulan Agustus)
Daerah Kanto
* Chichibuyo Matsuri (kota Chichibushi, Prefektur Saitama, 2-3 Desember)
* Sanja Matsuri (Asakusa-jinja, Tokyo, bulan Mei)
* Sannō Matsuri (Hie-jinja, Tokyo, bulan Juni)
Daerah Chubu
* Owarafū no bon (kota Toyama, Prefektur Toyama, bulan September)
* Shikinenzōei Onbashira Daisai (kota Suwa, Prefektur Nagano, diadakan setiap 6 tahun sekali, terakhir diadakan bulan April-Mei, 2004).
* Takayama Matsuri (kota Takayama, Prefektur Gifu, bulan April dan bulan Oktober)
* Furukawa Matsuri (kota Hida, Prefektur Gifu, bulan April)
Daerah Kinki
* Aoi Matsuri (Kyoto, bulan Mei)
* Jidai Matsuri (Heian-jingu, Kyoto, bulan Oktober)
* Tōdaiji Nigatsudō Shuni-e atau dikenal sebagai Omizutori (Nigetsu-dō, kuil Tōdaiji, Nara, 12 Maret)
* Kishiwada Danjiri Matsuri (Kishiwada, Prefektur Osaka, 14-15 September)
* Nada no Kenka Matsuri dan Banshū no Aki Matsuri (Prefektur Hyogo, diselenggarakan lebih dari seratus jinja di daerah Banshū dengan pusat keramaian di kota Himeji di bulan Oktober)
* Nachi no Hi Matsuri (Nachi Katsuura, Prefektur Wakayama, bulan Juli)
* Aizen Matsuri, Tenjinmatsuri dan Sumiyoshi Matsuri yang dikenal sebagai "Tiga Matsuri Musim Panas Terbesar di Osaka" (Prefektur Osaka, bulan Juni-Juli)
Daerah Chugoku dan Shikoku
* Saidaiji Eyō (Okayama, Prefektur Okayama, bulan Februari)
* Awa Odori (Tokushima, Prefektur Tokushima, 12-15 Agustus)
Daerah Kyushu
* Hakata Gion Yamakasa (Fukuoka, Prefektur Fukuoka, bulan Juli)
* Nagasaki Kunchi (Nagasaki, Prefektur Nagasaki, 7-9 Oktober)
* Karatsu Kunchi (Karatsu, Prefektur Saga, bulan November)
Pengertian lain
Dalam bahasa Jepang, kata "matsuri" juga berarti festival dan aksara kanji untuk matsuri (matsuri?) dapat dibaca sebagai sai, sehingga dikenal istilah seperti Eiga-sai (festival film), Sangyō-sai (festival hasil panen), Ongaku-sai (festival musik) dan Daigaku-sai (festival yang diadakan oleh universitas).
Shimin Matsuri adalah sebutan untuk matsuri yang diselenggarakan pemerintah daerah atau kelompok warga kota dengan maksud untuk menghidupkan perekonomian daerah dan umumnya tidak berhubungan dengan institusi keagamaan.
Festival dan Matsuri yang lain
* Festival Salju Sapporo (Sapporo, Prefektur Hokkaido, bulan Februari)
* Festival Salju Iwate (Koiwai Farm, Shizukuishi, Prefektur Iwate, bulan Februari)
* YOSAKOI Sōran Matsuri (Sapporo, Hokkaido, bulan Juni)
* Niigata Odori Matsuri (Niigata, Prefektur Niigata, pertengahan bulan September)
* Odawara Hōjō Godai Matsuri (kota Odawara, Prefektur Kanagawa)
* Yosakoi Matsuri (kota Kochi, Prefektur Kochi, 9-12 Agustus)
* Hakata dontaku (3-4 April, kota Fukuoka)
* Hamamatsu Matsuri (3-5 Mei, kota Hamamatsu, Prefektur Shizuoka)
* Wasshoi Hyakuman Natsu Matsuri (kota Kita Kyūshū, Prefektur Fukuoka, hari Sabtu minggu pertama bulan Agustus)
Origami
Origami adalah sebuah seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertas atau kain yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan.
Origami merupakan satu kesenian melipat kertas yang dipercayai bermula semenjak kertas mula diperkenalkan pada abad pertama di Tiongkok pada tahun 105 oleh seorang Tiongkok dikasi yang bernama Ts'ai Lun.
Pembuatan kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain berkualitas rendah meningkatkan produksi kertas. Contoh-contoh awal origami yang berasal daripada Republik Rakyat Tiongkok adalah tongkang Tiongkok dan kotak.
Pada abad ke-6, cara pembuatan kertas kemudian dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab. Pada tahun 610 di masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu Buddha bernama Donchō (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea) datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dan tinta.
Origami pun menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas lokal Jepang yang disebut Washi.
Washi atau Wagami adalah sejenis kertas yang dibuat dengan metode tradisional di Jepang. Washi dianggap mempunyai tekstur yang indah, tipis tapi kuat dan tahan lama jika dibandingkan dengan jenis kertas lain.
Produksi washi sering tidak dapat memenuhi permintaan konsumen sehingga berharga mahal. Di Jepang, washi digunakan dalam berbagai jenis benda kerajinan dan seni seperti Origami, Shodō dan Ukiyo-e. Washi juga digunakan sebagai hiasan dalam agama Shinto, bahan pembuatan patung Buddha, bahan mebel, alas sashimi dalam kemasan, bahan perlengkapan tidur, bahan pakaian seperti kimono, serta bahan interior rumah dan pelapis pintu dorong.
Di Jepang, washi juga merupakan bahan uang kertas sehingga uang kertas yen terkenal kuat dan tidak mudah lusuh.
Sudoku
Sudoku, juga dikenal sebagai Number Place atau Nanpure, adalah sejenis teka-teki logika. Tujuannya adalah untuk mengisikan angka-angka dari 1 sampai 9 ke dalam jaring-jaring 9×9 yang terdiri dari 9 kotak 3×3 tanpa ada angka yang berulang di satu baris, kolom atau kotak. Pertama kali diterbitkan di sebuah surat kabar Perancis pada 1895 dan mungkin dipengaruhi oleh matematikawan Swiss Leonhard Euler, yang membuat terkenal Latin square.
Versi modern permainan ini dimulai di Indianapolis pada 1979. Kemudian menjadi terkenal kembali di Jepang pada 1986, ketika penerbit Nikoli menemukan teka-teki ini yang diciptakan Howard Garns.
Nama "Sudoku" adalah singkatan bahasa Jepang dari "Suuji wa dokushin ni kagiru" ("Suuji wa dokushin ni kagiru"?), artinya "angka-angkanya harus tetap tunggal".
Subscribe to:
Posts (Atom)